Seorang Wali ALLAH Yang Shalat Di Atas Air, Uwais al-Qarni Laki-Laki (Anak) Yang Sholeh Sang Penghuni Langit Dan Bukan Penghuni Bumi Yang Berbakti Kepada Ibunya Dan Cinta Kepada Nabinya, Serta Permohonannya Selalu Dikabulkan ALLAH
Posted: 20 November 2012 in Sentuhan Kisah
Kaitkata:Abu Bakar ash-Shiddiq r.a, ajaran Nabi Muhammad, Anak Yang Sholeh, Berbakti Kepada Ibu, Cinta Kepada Nabinya, Dikabulkan, Do'a, Fakir Miskin, Istighfar, kabilah, Khalifah, Khalifah Umar r.a, Laki-Laki Yang Sholeh, medan perang, mujahidin, Penghuni Bumi, Penghuni Langit, Permohonan, sayyidina, sayyidina Ali, Shalat Di Atas Air, sholat dua rakaat, Syafa'at, tampan, Uwais al-Qarni, Wali Allah, zaman nabi muhammad
0
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang
pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang,
berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel
di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang
pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis,
pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan
dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak
dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia,
jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika
semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil
agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah
memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan
qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak
ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena
ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak
berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu
dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian
orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak
dari membujuk pasti dari mencuri”. Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh.
Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi
kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.
Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya
bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu
tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba
dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan
ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya Uwais
al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan
Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah
Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam
mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan
yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah
seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama
ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk
mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di
Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan
Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru
datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah
menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi
apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang
lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang
merawatnya. Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW
mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh
musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera
memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai
bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah
melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati,
kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari
dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan
perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah
siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu
hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin
kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah.
Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar
permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata :
“Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah
berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia
berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang
akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani
ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu,
berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus
kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli
penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat
menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di
malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang
sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah.
Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil
mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab
salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya.
Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di
medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa
tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak
perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga
pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang
ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya,
pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon
pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya.
Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang
dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW
langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi
Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya.
Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar
perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para
sahabatnya tertegun. Menurut informasi dari sayyidatina ‘Aisyah r.a.,
beliau kemudian berkata..memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan
segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan
sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian
ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai
tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW,
memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan
bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah
do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama
kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar
ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika,
khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang
penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali. untuk
mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari
Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia
turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa
heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh
beliau berdua.
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam
silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais
al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah
Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah
Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada
bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota.
Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais
al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a.
dan sayyidina Ali memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan
sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu
agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar
segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih
yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW.
Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu
tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar
jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga
Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah
bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat
turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar
dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais
enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta
do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami
datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar
dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya
mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah
itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari
Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais
menolak dengan halus dengan berkata : “Saya mohon.. supaya hari ini saja
hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah saya yang
fakir ini tidak diketahui orang lagi.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali
tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah
bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas
kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang.
Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami
melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal
yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari
kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat
kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu
tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu
kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan
berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal
dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian
pada Allah ! ”katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian
dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar
dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah
kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam,
sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang
itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan
kalian semua selamat”. Kami berkata “Demi Allah, kami ingin tahu,
siapakah nama Tuan ? ”Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan
singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang
ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah
yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian.
Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di
Madinah?” tanyanya.“Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat
dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap
salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami
membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak
satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar
kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia
akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani,
di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana
ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang
yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah
menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang
dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak
terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah
orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan
untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang
fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika
jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada
orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk
kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah
sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal,
hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi,
ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan
hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka
datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para
malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais
al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi menjadi terkenal di
langit.
Berikut bunyi Hadist Shohih tentang Uwais Al-Qarni bin ‘Amir :
Dari Usair bin Amr, ada yang
mengatakan bahwa ia adalah bin Jabir – dengan dhammahnya hamzah dan
fathahnya sin muhmalah, katanya: “Umar bin Alkhaththab ketika didatangi
oleh sepasukan pembantu – dalam peperangan – dari golongan penduduk
Yaman, lalu ia bertanya kepada mereka: “Adakah di antaramu semua seorang
yang bernama Uwais bin ‘Amir?” Akhirnya sampailah Uwais itu ada di
hadapannya, lalu Umar bertanya: “Adakah anda bernama Uwais.” Uwais
menjawab: “Ya.” Ia bertanya lagi: “Benarkah dari keturunan kabilah Murad
dari lingkungan suku Qaran?” Ia menjawab: “Ya.” Ia bertanya pula:
“Adakah anda mempunyai penyakit supak,
kemudian anda sembuh daripadanya, kecuali hanya di suatu tempat sebesar
wang dirham?” Ia menjawab: “Ya.” Ia bertanya lagi: “Adakah anda
mempunyai seorang ibu?” Ia menjawab: “Ya.” Umar lalu berkata: “Saya
pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Akan datang padamu semua seorang bernama
Uwais bin ‘Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli Yaman, ia dari
keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak lalu sembuh dari
Penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar uang dirham. Ia juga
mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu
bersumpah akan sesuatu atas nama Allah,
pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya itu – dengan sebab amat
berbaktinya terhadap ibunya itu. Maka jikalau engkau kuasa meminta
padanya agar ia memintakan pengampunan – kepada Allah – untukmu, maka
lakukanlah itu!” Oleh sebab itu, mohonkanlah pengampunan kepada Allah –
untukku. Uwais lalu memohonkan pengampunan untuk Umar. Selanjutnya Umar
bertanya lagi: “Ke manakah anda hendak pergi?” Ia menjawab: “Ke Kufah.”
Umar berkata: “Sukakah anda, sekiranya saya menulis – sepucuk surat –
kepada gabenor Kufah – agar anda dapat sambutan dan pertolongan yang
diperlukan.” Ia menjawab: “Saya lebih senang menjadi golongan manusia
yang fakir-miskin.”
Setelah tiba tahun – tahun berikutnya,
ada seorang dari golongan bangsawan Kufah berhaji, lalu kebetulan ia
menemui Umar, kemudian Umar menanyakan padanya perihal Uwais. Orang itu
menjawab: Sewaktu saya tinggalkan, ia dalam keadaan buruk
rumahnya lagi sedikit barangnya – maksudnya sangat menderita.” Umar
lalu berkata: “Saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Akan datang padamu semua seorang bernama
Uwais bin ‘Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli Yaman, ia dari
keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak lalu sembuh dari penyakitnya
itu kecuali di suatu tempat sebesar wang dirham. Ia juga mempunyai
seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu bersumpah
akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya
itu. Maka jikalau engkau kuasa meminta padanya agar ia memintakan
pengampunan – kepada Allah untukmu, maka lakukan itu!”
Orang bangsawan itu lalu mendatangi Uwais
dan berkata: “Mohonkanlah pengampunan – kepada Allah – untukku. Uwais
berkata: “Anda masih baru saja waktunya melakukan perjalanan yang baik –
yakni ibadat haji, maka sepatutnya andalah yang memohonkan pengampunan
untukku.” Uwais lalu melanjutkan katanya: “Adakah anda bertemu dengan
Umar?” Ia menjawab: “Ya”. Uwais lalu memohonkan pengampunan
untuknya. Orang-orang banyak lalu mengerti siapa sebenarnya Uwais itu,
mereka mendatanginya, kemudian Uwais berangkat – keluar dari Kufah
menurut kehendaknya sendiri.” (Riwayat Muslim)
( sumber : http://tausyah.wordpress.com/ )
( sumber : http://tausyah.wordpress.com/ )
1 komentar
eta ma sanes air kang,, tapi pasir, duh ada ada wae... :D
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan anda ke blog kami dan jangan lupa komentar nya oke